TINJAUAN TEORITIS ULKUS DIABETES MELITUS



A.     Konsep Dasar
1.      Pengertian
Menurut ADA (American Diabetes Association) Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemi karena pankreas tidak mampu memproduksi insulin ataupun insulin yang tidak dapat digunakan oleh tubuh. Hiperglikemi kronik pada pasien DM dapat menyebabkan disfungsi, kegagalan bahkan kerusakan organ terutama mata, ginjal, pembuluh darah dan saraf (Fatmala, 2016).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer (Andyagreeni, 2010).
Ulkus diabetik adalah salah satu komplikasi yang sering muncul pada penderita diabetes melitus, ulkus diabetik ini memerlukan waktu yang lama dalam pengobatannya dan sering berkaitan dengan komplikasi maedis yang serius seperti osteomyelitis dan amputasi tungkai bawah. Penyebab dari ulkus kaki diabetik adalah adanya penebalan pada dinding pembuluh darah besar (makroangiopati) yang biasa disebut dengan aterosklerosis Diabetic foot ulcer sering ditandai dengan trias klasik yaitu, neuropati, iskemik, infeksi. Pada pasien  diabetes  melitus  terjadi gangguan mekanisme metabolisme sehingga terdapat peningkatan risiko infeksi dan penyembuhan luka yang buruk, karena mekanisme yang meliputi sel dan faktor pertumbuhan mengalami penurunan respon, sehingga berkurangnya aliran darah perifer dan penurunan angiogenesis lokal (Melinda, 2015).
2.      Anatomi dan Fisiologi
a.      Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung (Zuyina, 2011).
Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus (Zuyina, 2011).



Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
1)    Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit.
2)    Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin. Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
a)      Sel-sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity”.
b)      Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80%, membuat insulin.
c)      Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang menghambat pelepasan insulin dan glucagon (Zuyina, 2011).

Gambar 2.1           
Anatomi Pankreas
Sumber : (Zuyina, 2011).

b.      Fisiologi Pankreas
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas, adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glukagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan lebih aktif (Zuyina, 2011).
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain :
1)    Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin. Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
a)      Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
b)      Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
c)      Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
d)      Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
2)    Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin. (Zuyina, 2011).
c.       Anatomi kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medikal lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong (Zuyina, 2011).
1)    Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal terletak pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit
Fungsi Epidermis : proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan allergen (sellangerhans).
(Zuyina, 2011).
2)    Dermis
Merupakan bagian yang paling penting dikulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu :
a)      Lapisan papiler : tipis mengandung jaringan ikat jarang.
b)      Lapisan retikuler : tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Fungsi dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.
(Zuyina, 2011)
3)    Subkutis
Merupakan lapisan dibawah dermis atau hypodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hypodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori control bentuk tubuh dan mechanical shock absorver (Zuyina, 2011).
4)    Vaskularisasi kulit
Arteri yang member nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena.
d.      Fisiologi kulit.
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagaibarier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. (Zuyina, 2011).
Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas. (Zuyina, 2011).
3.      Etiologi
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor endogen dan ekstrogen.
a.       Faktor endogen
1)      Genetik, metabolik.
2)      Angiopati diabetik.
3)      Neuropati diabetik.
b.      Faktor ekstrogen
1)      Trauma.
2)      Infeksi.
3)      Obat.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati, neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu (Novita Sari, 2012).
Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum (Novita Sari, 2012).
4.      Tanda dan Gejala (Novita Sari, 2012)
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a.       Pain (nyeri).
b.      Paleness (kepucatan).
c.       Paresthesia (kesemutan).
d.      Pulselessness (denyut nadi hilang)
e.       Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a.       Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b.      Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c.       Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d.      Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
5.      Patofisiologi
Menurut Novita Sari (2012), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
a.       Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
b.      Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati.
Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya.










































6.      Dampak Penyakit Ulkus DM Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia (KDM) (A. Aziz, 2008)
a.       Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
b.      Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
c.       Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.


d.      Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.
e.       Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
f.        Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
g.       Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
h.       Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
i.         Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
j.        Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
k.      Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

B.     Tinjauan Teoritis Tentang Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan merupakan rangkaian tindakan asuhan keperawatan yang harus di lakukan perawat secara sistematis, sinambung dan professional, mulai dari mengidentifikasi masalah kesehatan klien, merencanakan tindakan, melaksanakan tindakan keperawatan, hingga mengevaluasi hasil dari tindakan (Rohmah, 2009).
1.      Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien dengan diabetes melitus :
a.    Identitas klien
Identitas klien yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, status, ruang, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor rekam medis, dan alamat.
b.   Identitas penanggung jawab
Identitas klien yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, hubungan dengan klien, dan alamat.
c.    Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang meliputi: keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan genogram.
d.   Keadaan umum
Keadaan umum yang perlu dikaji meliputi: penampilan umum, kesadaran, fungsi kortikal, tinggi badan, berat badan sebelum sakit dan sesudah sakit, serta tanda-tanda vital.
e.    Pemeriksaan fisik
Beberapa hal yang perlu dikaji saaat pemeriksaan fisik yaitu : sistem neurologi saraf, sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem endokrin, sistem perkemihan, sistem muskuloskeletal, sistem gastrointesinal, sistem integumen, dan sistem genetalia
f.     Pola aktivitas
Pola aktivitas yang perlu dikaji yaitu : nutrisi dan cairan, eleminasi BAB dan BAK, pola tidur, pola aktivitas, dan personal hygiene.
g.    Data penunjang
Data penunjang yang perlu dikaji yaitu : data sosial, data ekonomi, data psikologis, dan data spiritual.
h.    Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dikaji yaitu : nilai hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, gula darah sewaktu, dan kreatinin.
i.      therapy
2.      Analisa Data
Analisa data adalah suatu metoda untuk mengetahui sebab mungkin masalah yang terjadi akibat masalah yang ditimbulkannya (Nursalam, 2009).
Analisis data berguna untuk menegakkan masalah atau kebutuhan klien sehingga tahap ini sering pula disebut tahap diagnosis (Priharjo, Robert, 2007).
Tabel 2.1          
Tabel Analisa Data
No
Data
Etiologi
Masalah
1.
DS :
-      Haus
DO:
-      Penurunan turgor kulit/lidah
-      Membran mukosa/kulit kering
-      Konsentrasi urine meningkat
-      Kehilangan berat badan secara tiba-tiba

Defisiansi insulin
Resti
Glukoneogenesis meningkat
Hipogikemia

Ginjal tidak mampu menyerap glukosa yang tersaring keluar
Glukosurin
Diuresis osmotik
Poliurin
Kekurangan volume cairan
Kekurangan Volume cairan
2.
DS:
-      Nyeri abdomen
-      Muntah
-      Kejang perut
-      Rasa penuh tiba-tiba setelah makan
DO:
-      Diare
-      Kurang nafsu makan
-      Bising usus berlebih
-      Konjungtiva pucat
-      Denyut nadi lemah
Defisiansi insulin
Jaringan lemak
Asam-asam lemak meningkat
Ketosidiosis diabetik
Nyeri abdomen, mual muntah
Anorexia
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
3.
DS:
-      Penglihatan kabur seperti berawan
-      Kesulitan untuk beraktivitas
-      Penglihatannya tidak jelas
-      Jika terkena sinar/paparan matahari menyilaukan mata
-      Jika melihat sesuatu berbayang-bayang/menjadi dua bayangan
DO:
-      Kemungkinan klien terlihat sulit untuk beraktivitas
Defisiansi insulin
Resti
Glukoneogenesis meningkat
Hipogikemia
Mikropeginopati
Pada jaringan mata
Retinopati
Fungsi penglihatan menurun
Perubahan persepsi sensori

Perubahan persepsi sensori
4.
DS : -

DO:
-      Gangguan pada bagian tubuh
-      Kerusakan lapisa kulit (dermis)
-      Gangguan permukaan kulit (epidermis)
Defisiansi insulin
Resti
Glukoneogenesis meningkat
Hipogikemia
Mikropeginopati
Pada jaringan syaraf
Neuropati
Rangsangan kulit menurun
Luka pada ekstrimetas
Kerusakan integritas kulit
Kerusakan integritas kulit
5.
DS:
-      Laporan secara verbal
DO:
-      Posisi untuk menahan nyeri
-      Tingkah laku berhati-hati
-      Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
-      Terfokus pada diri sendiri
Defisiansi insulin
Resti
Glukoneogenesis meningkat
Hipogikemia
Makropeginopati
Terjadi stepsikolisis
Penyumbatan sekuler
Penyembuhan luka lama
Ulkus
Diskontiunitas jaringan
Nyeri
Nyeri
(Sumber : Anggara, 2015)


3.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual atau potensial) dari individu/kelompok ketika perawat secara legal mengidentifikasi dan dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan atau mencegah perubahan (Rohmah, 2009).
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien ulkus diabetes mellitus (Riyadi, 2013).
a.       Kekurangan volume cairan berhubungan dengan deuresisosmotik akibat hipoglekimia.
b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah.
c.       Perubahan persepsi sensori (penglihatan, pendengaran) berhubungan dengan perubahan fungsi penglihatan menurun.
d.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pada ekstremitas
e.       Nyeri berhubungan dengan ulkus.
4.      Rencana Keperawatan
Secara tradisional, rencana keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi. Rencana keperawatan pada klien Ulkus Diabetes Melitus sebagai berikut :
a.       Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresisosmotik akibat hiperglikemia.
Kemungkinan dibuktikan oleh data : peningkatan keluaran urine, urine encer, kelemahan (haus, penurunan berat badan tiba-tiba) kulit membran mukosa kering,turgor kulit buruk, hipotensi, takikardi, perlambatan pengisian kapiler, ditambah peningkatan keluaran urine.
Kriteria evaluasi : tanda vital stabil, nadi feriper teraba pada arteri radiali, arteri brakialis, arteri dorsalis pedis. Turgor kulit dan pengisisan kapilerr baik dibuktikan deangan capillary refille kurang dari 2 detik. Keluaran urine dalam kategori aman, kadar elektrolit urine dalam batas normal.
Tabel 2.2          
Intervensi dan Rasional
Intervensi
Rasional
Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat tentang lama dan frekuensi urine
Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total. Semakin tinggi lama frekuensi urine maka semakin banyak resiko kehilangan cairan
Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah
Penurunan volume cairan darah akibat diuresis, takikardi, nadi teraba lemah
Kaji suhu, warna, turgor kulit dan kelembabannya.
Dehidrasi yang disertai demam akan teraba panas, kemerahan dan kering dikulit. Sedangkan penurunan turgor kulit sebagai indikasi penurunan volume cairan pada sel.
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Nadi yag lemah, pengisian kapiler yang lambat sebagai indikasi  penururan cairan dalam tubuh. Semakin lemah dan lambat dalam pengisian semakin tinggi derajat kekurangan cairan
Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti dan membaiknya fungsi ginjal.
Ukur berat badan setiap hari
Membrikan gambaran status cairan dalam tubuh (60-70% berat badan berasal dari cairan)
Pertahankan untuk memberikan cairan 1500-2500 ml atau dalam batas yang dapat toleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat diberikan
Mempertahankan komposisi cairan dalam tubuh,volume sirkulasi dan menghindari overload jantung.
Batasi intake cairan yang mengandung gula dan lemak misalnya cairan dari buah yang manis sseperti semangka atau minuman seperti susu
Menghindari kelebihan ambang ginjal dan menurunkan tekanan osmosis.
(Sumber : Riyadi, 2013)
b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah.
Kemungkinan dibuktikan dengan data : Berat badan tidak normal (lebih rendah 10% dari berat badan ideal), lingkar lengan <10cm , kelemahan mudah lelah, tonus otot buruk (dibuktikan dengan kekuatan sekor otot). Untuk eitologi ketidakcukupan insulin ditambah dengan kadar gula darah kurang >150 mg/dl. Sedang penurunan masukan oral ditambahkan : masukan makanan tidak adekuat (cuman beberapa sendok), penderita tidak nafsu makan, terlihat mau muntah.
Kriteria evaluasi : pasien tidak lemah atau penurunan tingkat nkelemahan, peningkatan berat badan atau berat badan ideal atau normal. Lingkar lengan meningkat, nilai laboratorium hematogen untuk pria 13-16 gr/dl, untuk wanita 12-14 gr/dl.nilai laboplatorium yang terkait dengan diabetes militus normal. Pasien habis 1 porsi setiap kali makan. Pasien tidak mengeluh mual lagi.
Tabel 2.3     
Intervensi dan Rasional
Intervensi
Rasional
Tentukan program diet atau pola makan pasien sesuai dengan kadar gula yang dimiliki (dengan menggunakan rumus berat badan ideal x30, sedang untuk wanita berat badan ideal x25 )
Menyesuaikan antara kebutuhan kalori dan kemampuan sel untuk mengambil glikosa.
Libatkan pasien dalam membantu waktu makan dan jumlah nutrisi.
Meningkatkan partisipasi keluarga dan mengontrol asupan nutrisi sesuai dengan kemampuan untuk menarik glukosa dalam sel.
Observasi tanda-tanda hyperglikemi (perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/ dingin,denyut nadi cepat,lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing,sempoyongan)
Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi, gula darah akan berkurang, dan sementara paasien masih di beri insulin maka hiperglikemi dapat terjadi.
(Sumber: Riyadi, 2013)
c.       Perubahan persepsi sensori (penglihatan, pendengaran) berhubungan dengan perubahan fungsi penglihatan menurun.
Kemungkinan data yang menunjang masalah di atas : pasien mengeluh penglihatannya kabur atau dipolipia, visus dengan snellencard kurang dar 6 meter, mengeluh kepalanya pusing, telinganya berdenging atau tidak jelas pendengaran, pasien mengeluh letih, pelupa, nilai labolatorium darah < 9 meq/dl, kalium darah <3,5 meq/dl, klorida darah <100 meq/dl.
Kriteria evaluasi : pasien tidak mengeluh penglihatannya kabur lagi, vesus 6/6, nilai labolatorium terkait eksitas pernafasan dalam batas normal.
Tabel 2.4     
Intervensi dan Rasional
Intervensi
Rasional
Kaji tanda-tanda vital status mental
Sebagai dasar untuk membandingkan  temuan abnormal, seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi status mental.
Kaji ststus persepsi penglihatan, pandangan dan test seperti melihat objek seperti jari tangan, tes visus dan snellen card, tes berbisik atau test garputala.
Untuk mengkaji status persepsi klien.
Buat jadwal intervensi keperawatan bersama dengan pasien agar tidak mengganggu waktu istirahat pasien.
Meningkatkan tidur, menurunkan letih, dan dapat memperbaiki daya fikir.
Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi dan secara bertahap dinaikan derajatnya.
Meningkatkan keamanan pasien untuk beraktifitas. Aktifitas dapat meningkatkan sirkulasi dan fungsi jantung.
Berikan tempat tidur yang lembut, pelihara kehangatan kaki/ tangan hindari terhadap air panas/dingin atau penggunaan bantalan/ pemanas.
Meningkatkan eksistasi pernafasan dan mencegah kelebihan elektrolit seperti natrium yang berdampak pada peningkatan ikatan cairan.
(Sumber : Riyadi, 2013)
d.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pada ekstremitas
Data yang mendukung munculnya masalah : terdapat luka pada kaki atau tempat lain seperti punggung dengan panjang luka misalnya 2 cm lebar 1 cm, terdapat kehitaman sekitar luka, luka teraba hangat, di sekitar luka tampak baengkak, di sekitar luka terlihat pucat atau kemerahan, dan sekitar luka teraba hangat/dingin.
Kriteria evaluasi : terjadi perbaikan ststus metabolik yang dibuktikan oleh guladarah dalam batas normal 36 jam, bebas dari drainase purulen dalam 48 jam. Menunjukan tanda-tanda penyembuhan dengan tepi luka bersih dalam 60 jam, tidak terdapat pembengkakan pada luka.
Tabel 2.5     
Intervensi dan Rasional
Intervensi
Rasional
Kaji kondisi luka pada jaringan pasien (terutama area kaki dan punggung).
Mengidentifikasi tingkat metabolisme jaringan dan tingkat disintegritas
Rawat luka dengan teknik steril dan kaji area luka setiap kali mengganti balutan.
Mencegah peninglkatan prosentase mikroorganisme akibat kelainan metabolik ( glukosa tinggi) dan memberikan informasi tentang efektifitas terapi
Balut luka dengan kasa steril
Menjaga kebersihan luka/ meminimalkan kontaminasi silang
Berikan 15 unit insulin hulumun N, SC pada siang hari setelah contoh darah harian di ambil
Mengobati disfungsi metabolik yang mendasari menurunkan hiperglikemia dan meningkatkan kesembuhan
(Sumber: Sujono Riyadi, 2013)
e.       Nyeri berhubungan dengan ulkus.
Data yang mendukung: pasien mengatakan kakinya terasa nyeri seperti terbakar, ekspresi pasien terlihat meringis kesakitan. pasien terlihat meringis setelah kakinya terbentur, pasien sering terlihat memegangi kakinya, nadi 88x/menit, R 24x/menit, hasil pengkajian skala nyeri 7.
Kriteria evaluasi : pasien melapiorkan nyeri berkurang/ hilang dalam 48 jam, ambulasi secara normal menahan beban beda berat, badan sempurna saat pulang, ekpresi pasien tidak terlihat meringis kesakitan, nadi 80-84x/ menit, Skala nyeri 0atau 1 atau 2 atau 3.


Tabel 2.6     
Intervensi dan Rasional
Intervensi
Rasional
Tentukan karkateristik nyeri berdasarkan dikripsi pasien (tergantung pada pasien yang mengekspresikan)
Menetapkan dasar untuk mengkaji perbaikan atau perubahan pada nyeri
Letakan ayunan kaki di atas tempat tidur/anjurkan untuk menggunakan pakaian tidur yang longgar saat bangun
Menghindari tekanan langsung pada area yang cidera yang dapat mengakobatkan vaskulrisasi/ peningkatan nyeri
Berikan analgetik peroral setiap 8 jam sesuai kebutuhan
Menurunkan  ambang nyeri yang dialami oleh pasien melalui serabut saraf
Anjurkan pasien untuk memulai aktifitas tidak tergesa-gesa dan mendadak
Meningkatkan rasa perhatian terhadap benda sekeliling dan mengurangi tekanan otot
(Sumber: Riyadi, 2013)
5.      Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan spesifik yang dapat membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Rohmah, 2009).
6.      Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang di amati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah, 2009).
Ada dua jenis untuk mengevaluasi kualifikasi tindakan keperawatan yaitu :
1)      Evaluasi proses (formatif)
Yaitu evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
2)      Evaluasi hasil (sumatif)
Yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara paripurna, berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan keberhasilan/ketidakberhasilan, rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan (Rohmah, 2009).
Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau perekembangan klien, digunakan komponen SOAP/ SOAPIE/ SOAPIER. Penggunaan tergantung dari kebijakan setempat yang dimaksud SOAPIER adalah :
S : Data Subjektif
Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O : Data Objektif
Yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung kepada klien, dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
A : Analisis
Interpretasi dari data subjektif dan data objektif.
P : Planning
Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah di tentukan sebelumnya.
I : Implementasi
Adanya tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan instruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P (Perencanaan).
E : Evaluasi
Adalah respons klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
R : Reassesment
Adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah ada rencana tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan (Rohmah, 2009).
7.      Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi secara umum merupakan suatu catatan otentik atau semua warkat asli yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat, dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab perawat (Rohmah, 2009).

0 komentar:

Posting Komentar