Kehidupan merupakan
suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa yang harus dihormati
oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan kepada setiap manusia merupakan Hak
Asasi Manusia yang hanya boleh dicabut oleh Pemberi kehidupan tersebut.
Berbicara mengenai aborsi tentunya kita berbicara tentang kehidupan manusia
karena aborsi erat kaitanya dengan wanita dan janin yang ada dalam kandungan
wanita.
Pengguguran
kandungan (aborsi) selalu menjadi perbincangan, baik dalam forum resmi maupun
tidak resmi yang menyangkut bidang kedokteran, hukum maupun disiplin ilmu lain.
Aborsi merupakan fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan.
Keprihatinan itu bukan tanpa alasan, karena sejauh ini perilaku pengguguran
kandungan banyak menimbulkan efek negatif baik untuk diri pelaku maupun pada
masyarakat luas. Hal ini disebabkan karena aborsi menyangkut norma moral serta
hukum suatu kehidupan bangsa.
Aborsi telah
dikenal sejak lama, aborsi memiliki sejarah panjang dan telah dilakukan
dengan berbagai metode termasuk natural atau herbal, penggunaan alat-alat
tajam, trauma fisik dan metode tradisional lainnya. Jaman Kontemporer
memanfaatkan obat-obatan dan prosedur operasi teknologi tinggi dalam melakukan
aborsi. Legalitas, normalitas, budaya dan pandangan mengenai aborsi secara
substansial berbeda di seluruh negara. Di banyak negara di dunia isu aborsi
adalah permasalahan menonjol dan memecah belah publik atas kontroversi etika
dan hukum. Aborsi dan masalah-masalah yang berhubungan dengan aborsi menjadi
topik menonjol dalam politik nasional di banyak negara seringkali melibatkan
gerakan menentang aborsi pro-kehidupan dan pro-pilihan atas aborsi di seluruh dunia.
Membahas persoalan aborsi sudah
bukan merupakan rahasia umum dan hal yang tabu untuk dibicarakan. Hal ini
dikarenakan aborsi yang terjadi dewasa ini sudah menjadi hal yang aktual dan
peristiwanya dapat terjadi dimana-mana dan bisa saja dilakukan oleh berbagai
kalangan, baik itu dilakukan secara legal ataupun dilakukan secara ilegal.
Dalam memandang bagaimana kedudukan hukum aborsi di Indonesia sangat perlu
dilihat kembali apa yang menjadi tujuan dari perbuatan aborsi tersebut. Sejauh
ini, persoalan aborsi pada umumnya dianggap oleh sebagian besar masyarakat
sebagai tindak pidana.
Gugur kandungan
atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia
kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir
selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya
adalah kelahiran prematur.
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel
sperma) pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari
500 gram, sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Ini
adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan
untuk tumbuh. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu, namun
setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran premature (Nugroho, 2011).
Abortus adalah
dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar kandungan dengan berat
badan kurang dari 1000gr. Atau umur hamil kurang dari 28 minggu (Depkes RI, 2010).
Berdasarkan kejadiannya
Abortus dibagi menjadi 2 :
1) Abortus Spontan
Abortus spontan dapat terjadi pada trimester pertama
kehamilan yang meliputi 85% dari kejadian abortus dan cenderung disebabkan oleh
faktor-faktor fetal. Sementara abortus spontan yang terjadi pada Trimester ke
II lebih cenderung disebabkan oleh faktor-faktor maternal termasuk
inkompetensia serviks, anomali kavum uterus yang kongenital atau didapat,
hipotiroid, diabetes mellitus, nefritis kronik, infeksi akut oleh penggunaan
kokain, gangguan imunologi dan gangguan psikologis tertentu (Nugroho, 2011)
2) Abortus
Provocatus (buatan)
Abortus merupakan pengakhiran kehamilan dengan disengaja sebelum usia kandungan
20 minggu. Pengguran kandungan buatan karena indikasi medik disebut abortus
terapeutik (Nugroho, 2011).
Menurut Depkes RI (2010) Upaya menghilangkan hasil
konsepsi dapat dilakukan berdasarkan :
a) Indikasi Medis
Menghilangkan kehamilan atas indikasi
ibu untuk dapat menyelamatkan jiwanya indikasi medis tersebut diantaranya :
(1) Penyakit jantung, ginjal
atau hati yang berat.
(2) Gangguan jiwa ibu
(3) Di jumpai kelainan bawaan
berat dengan pemeriksaan ultrasonografi
(4) Gangguan pertumbuhan
dan perkembangan dalam rahim
b) Indikasi
Sosial
Abortus dilakukan atas dasar
aspek sosial
(1)
Menginginkan jenis kelamin tertentu
(2) Tidak ingin punya anak
(3)
Jarak kehamilan terlalu pendek
(4) Belum siap untuk hamil
(5) Kehamilan yang tidak
diinginkan
Berdasarkan pelaksanaannya
Abortus
dibagi menjadi 2 :
1) Abortus
therapeutik
Abortus therapeutik
adalah pengakhiran kehamilan sebelum saatnya janin mampu hidup dengan maksud
melindungi kesehatan ibu.
Indikasi abortus
therapeutik :
a) Bila kelangsungan kehamilan
dapat mengancam hidup wanita atau sangat merusak kesehatannya.
b) Bila kehamilan merupakan akibat
perkosaan atau hubungan saudara (incest).
c) Bila kalanjutan kehamilannya akan
mengahasilkan anak dengan kecacatan fisik yang berat atau retardasi mental.
2)
Abortus Illegal
Dilakukan tanpa
dasar hukum atau melawan hukum
d. Berdasarkan
gambaran klinisnya.
Abortus dibagi menjadi :
1)
Abortus Completus
Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah
dikeluarkan, pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah
menutup, dan uterus sudah banyak mengecil
2)
Abortus Incompletus
Sebagian hasil
konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa
yang tertinggal dalam uterus.
3)
Abortus Imminen
Abortus tingkat
permulaan, terjadi perdarahan per vagina, sedangkan jalan lahir masih tertutup
dan hasil konsepsi masih baik didalam rahim
4)
Abortus Insipien
Abortus yang sedang
mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil
konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.
5)
Abortus Habitualis
Abortus yang
terjadi sebanyak tiga kali berturut-turut atau lebih
6)
Missed Abortion
Abortus yang
ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum
kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan
(Nugroho, 2011).
Penyebab Abortus
Penyebab abortus
sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor
sebagai berikut :
1) Faktor
pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan
pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian janin dan cacat bawaan
yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan terjadi karena :
a) Faktor Kromosom
Gangguan
terjadi sejak semula pertemuan kromosom termasuk kromosom seks.
b) Faktor
Endometrium
(1) Endometrium yang belum siap
untuk menerima implantasi hasil konsepsi.
(2) Gizi
ibu kurang karena anemia.
c) Pengaruh luar
(1) Infeksi
endometrium
(2) Hasil konsepsi
terpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi
terganggu.
2) Kelainan pada
plasenta.
a) Infeksi pada
plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak dapat berfungsi.
b) Gangguan pembuluh
darah plasenta.
c) Hipertensi
menyebabkan gangguan peredaran darah pada plasenta.
3) Penyakit ibu
a) Penyakit infeksi
seperti pneumonia, typus, malaria dan sifilis.
b) Anemia pada ibu.
c) Penyakit menahun
ibu seperti hipertensi, ginjal, hati dan diabetes meillitus.
4) Kelainan yang
terjadi pada rahim.
Rahim yang dijumpai
keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus,
retrofleksia uteri, servik inkompeten, bekas operasi pada servik dan robekan
servik post partum (Widiastuti,
2010).
Patofisiologi
Abortus
Patofisiologi
terjadinya abortus mulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh jaringan
plasenta yang menyebabkan perdarahan sehingga janin kurang nutrisi dan O2.
Bagian yang terlepas dianggap benda asing sehingga rahim berusaha untuk
mengeluarkan dengan kontraksi.
Pengeluaran
tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal yang
menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu, abortus memberikan gejala umum
sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan dan disertai pengeluaran
seluruh atau sebagian hasil konsepsi (Suratin, 2010).
Abortus biasanya disertai dengan perdarahan di dalam
desidua basalis dan perubahan nekrotik didalam jaringan-jaringan yang
berdekatan dengan tempat perdarahan. Ovum yang terlepas sebagian atau
seluruhnya dan mungkin menjadi benda asing di dalam uterus sehingga merangsang
kontraksi uterus dan mengakibatkan pengeluaran janin (Nugroho, 2011).
g. Penyulit Abortus
1) Perdarahan
a) Dapat terjadi
sedikit dalam waktu panjang.
b) Dapat terjadi
mendadak banyak, sehingga menimbulkan syok.
2) Infeksi
a) Pada penanganan
yang tidak legeartis.
b) Abortus tak
lengkap
3) Penyulit saat
melakukan kuretage.
Dapat terjadi
perforasi dengan gejala.
4) Kuret terasa
tembus
5) Penderita
kesakitan
6) Penderita syok
7) Dapat terjadi
perdarahan dalam perut dan infeksi dalam
abdomen
(Depkes RI, 2010).
Penanganan Abortus
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah
yang dibedakan menurut jenis abortus yang dialami, antara lain :
1)
Abortus komplet
Tidak memerlukan penanganan khusus, hanya saja apabila
menderita anemia ringan, perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya
makan makanan yang mengandung banyak protein, vitamin dan mineral
2)
Abortus inkomplet
Bila disertai dengan shock akibat perdarahan
maka pasien diinfus dan dilanjutkan transfuse darah. Setelah shock
teratasi, dilakukan kuretase. Bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
3)
Abortus insipiens
Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur
kehamilan kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
4)
Abortus iminens
Istirahat baring, dan tidur berbaring ini merupakan
unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini akan mengurangi rangsangan
mekanis dan menambah aliran darah rahim. Ditambah obat penenang bila pasien
gelisah
5)
Missed abortion
Dilakkukan kuretase. Cuma harus berhati-hati karena
terkadang plasenta melekat erat pada rahim (Maulana, 2008)
Komplikasi Abortus
Perdarahan
1) Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfuse darah,
2) Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak
diberikan pada waktunya.
Perforasi
1) Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini penderita perlu diamati
dengan teliti jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan lapartomi dan
tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau
histereksomi.
2) Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan
oleh seseorang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus
biasanya luas, mungkin pula terjadi pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya
dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, lapartomi harus segera dilakukan
untuk menentukan luas cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan
seperlunya guna mengatasi komplikasi.
Infeksi
Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus
tetapi biasanya didapatkan pada abortus inkomplet berkaitan erat dengan suatu
abortus yang tidak aman (unsafe abortion)
Syok
Syok pada abortus bias terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dank
arena infeksi berat (syok endoseptik).
Penyebab Abortus dari Faktor Ibu
a.
Umur
Salah satu faktor
yang penting dalam kehamilan adalah umur ibu waktu hamil untuk kepentingan ibu
maupun janinnya. Faktor Resiko pada ibu hamil, seperti umur terlalu muda (<
20 tahun) dan terlalu tua (> 35 tahun). Umur ibu mempengaruhi bagaimana ibu
hamil mengambil keputusan dalam pemeliharaan kesehatannya (Depkes RI, 2009).
Umur mempengaruhi kejadian abortus pada ibu hamil.
Umur dibagi pada 3 fase yaitu : umur kurang dari 20 tahun, umur antara 20-35
tahun, dan lebih dari 35 tahun (Hartanto, 2004).
Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional
dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih
muda masih tergantung pada orang lain. Abortus dapat terjadi juga pada ibu yang
tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta
kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi janin di dalam kandungan (intra
uterin) (Depkes RI, 2011).
Umur
mempunyai pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Umur ibu kurang dari 20
tahun dan lebih dari 35 tahun memiliki resiko tinggi yang kemungkinan akan
memberikan ancaman kesehatan dan jiwa ibu maupun janin yang dikandungnya selama
kehamilan, persalinan dan nifas. Wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah
20 tahun dua sampai lima kali lebih tinggi tingkat kematiannya dari pada
kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun. Kematian maternal
meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun. Ibu yang hamil lebih
dari 35 tahun akan mengalami banyak kesulitan karena pada usia tersebut mudah
terjadi penyakit pada ibu dan kemungkinan mendapatkan anak cacat juga menjadi
lebih besar
Dilihat dari segi biologisnya ibu dengan umur > 35 tahun fungsi alat reproduksinya sudah mulai menurun. Hal
ini disebabkan oleh karena kehamilan pada umur > 35 tahun terjadi proses
penuaan jaringan alat reproduksi, jalan lahir
dan terjadi kemunduran elastisitas ligamentum pada uterus.
Keadaan ini cenderung berakibat pada proses kehamilan, kelainan letak,
pertumbuhan plasenta dan persalinan. Selain itu biasanya pembelahan sel tidak
sempurna akibat usia ibu yang sudah tua dan kondisi badannya serta kesehatannya
sudah mulai menurun. Sedangkan gangguan kesehatan yang dialami ibu dapat
mempengaruhi pasokan oksigen maupun nutrisi dari ibu ke janin (Masnidar, 2009).
Penyakit
pada ibu hamil juga dihubungkan dengan keguguran karena dapat mempengaruhi
suplai darah ke embrio melalui plasenta, dan ini dapat menyebabkan makan embrio
kurang. Sehingga embrio tidak dapat berkembang dengan baik karena tubuh ibu
juga tidak dapat berfungsi dengan baik
b. Paritas
Paritas
adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup atau
lahir mati (Rochjati, 2011).
Paritas adalah
jumlah kelahiran atau anak yang pernah dilahirkan (Depkes, 2006). Jumlah
paritas atau jumlah anak yang dimiliki ibu mempengaruhi pengetahuan ibu menjadi
lebih baik dan dapat menerima dengan mudah informasi termasuk segala informasi
mengenai kesehatan (Manuaba,
2010)
Menurut Manuaba (2010) paritas
atau para adalah wanita yang pernah melahirkan, di bagi menjadi beberapa
istilah :
1)
Primipara yaitu wanita yang telah melahirkan sebanyak satu kali
2)
Multipara yaitu wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup beberapa
kali, di mana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali
3)
Grandemultipara yaitu wanita yang telah
melahirkan janin aterm lebih dari lima kali.
Grandemultipara
yaitu ibu yang telah melahirkan > 5 anak. Pada
kehamilan rahim ibu teregang oleh adanya janin, bila terlalu sering melahirkan,
rahim akan semakin lemah. Bila ibu telah melahirkan 4 orang anak atau lebih,
maka perlu diwaspadai adanya gangguan pada waktu kehamilan, persalinan, dan
nifas (Depkes, 2010).
Anak lebih dari 5
dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin karena keadaan rahim biasanya
sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 4) mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian
maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih
baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan
keluarga berencana. (Depkes RI, 2011).
Menurut Depkes (2010) bahwa jumlah anak 4 orang atau
lebih, pada kehamilan rahim ibu teregang oleh adanya janin, bila terlalu sering
melahirkan, rahim akan semakin lemah. Bila ibu telah melahirkan 4 orang anak
atau lebih, maka perlu diwaspadai adanya gangguan pada waktu kehamilan,
persalinan, dan nifas
Resiko abortus akan
semakin meningkat dengan bertambahnya paritas dan di samping semakin lanjutnya
usia ibu. pada multiparitas lingkungan endometrium disekitar tempat implantasi
kurang sempurna dan dan tidak siap menerima hasil konsepsi sehingga pemberian
nutrisi dan oksigenisasi kepada hasil konsepsi kurang sempurna dan
mengakibatkan pertumbuhan hasil konsepsi akan terganggu (Azhari, 2011).
c. Pekerjaan
Pekerjaan
adalah segala usaha yang dilakukan atau dikerjakan untuk mendapatkan hasil atau
upah. Sebagian besar wanita melakukan suatu pekerjaan, termasuk ibu yang sedang
hamil. Kejadian ini meningkatkan tingginya angka kejadian abortus. Pekerjaan
yang terlalu banyak menimbulkan kelelahan, akan berakibat buruk terhadap
kehamilan (Depkes RI, 2011).
Gangguan kesehatan dan kondisi ibu dihubungkan dengan keguguran
karena dapat mempengaruhi suplai darah ke embrio melalui plasenta, dan ini
dapat menyebabkan makanan embrio kurang. Sehingga embrio tidak dapat berkembang
dengan baik karena tubuh ibu juga tidak dapat berfungsi dengan baik (ACOG, 2010). Sedangkan gangguan kesehatan yang dialami ibu dapat mempengaruhi pasokan oksigen
maupun nutrisi dari ibu ke janin
(Masnidar, 2009).
0 komentar:
Posting Komentar